Selasa, 18 Agustus 2009

PEMECAHAN REKOR DUNIA DI SAIL BUNAKEN: 2.657 ORANG MENYELAM BERSAMA


Hari ini, Minggu (16/8) rekor dunia selam massal yang pernah dicatat di Maladewa pada 2007 terpecahkan. Ketika itu, jumlah penyelam 925 orang. Tapi, kali ini ribuan orang menyelam bersama di Pantai Malalayang, Teluk Manado, Sulut, dalam rangkaian acara Sail Bunaken 2009. Dari data yang tercatat Sabtu kemarin (15/8), jumlah penyelam mencapai 2.657 orang.


Sebelumnya, 2.612 penyelam dari dalam dan luar negeri dilaporkan siap berpartisipasi memecahkan rekor dunia menyelam massal itu. Selama kurang lebih 45 menit, mereka akan menyelam di kedalaman 13 - 15 meter dan mengikuti upacara pemecahan rekor yang dipimpin Wakil Kepala Staf TNI AL Laksamana Madya TNI Moekhlas Sidik (sebagai inspektur upacara) dan Kepala Pusat Dinas Penerangan Mabes TNI-AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul selaku komandan upacara.

Sejumlah pejabat penting dijadwalkan hadir dan menyelam bersama. Di antaranya, Kapolda Sulut Bekto Suprapto, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, Kapolda Gorontalo Soenarjono, Danlantamal VII Manado Willem Rapangilei, Danlantamal VI Makasar Dadiek Suratro, Wali Kota Padang Fauzi Bah, dan Bupati Kepulauan Seribu A Rochman A. Laksdya TNI Moekhlas Sidik meyakinkan bahwa TNI-AL telah mempersiapkan semua dengan matang.

“Kami sudah mempersiapkan ini setahun lalu. Ide utamanya hanya pemecahan rekor. Tapi, dalam perjalanan justru timbul ide baru untuk membuat rekor baru,” ucapnya saat melihat geladi bersih, kemarin (15/8). Persiapan itu termasuk keamanan peserta selama kegiatan. Di lokasi penyelaman, ada KRI dr Soeharso dengan 13 dokter, KRI Soputan, dan KRI P Rengah.

Dua kapal yang terakhir dilengkapi chamber untuk mengantisipasi jika penyelam mengalami gangguan serius. Di darat juga ada beberapa mobil klinik. “Keamanan tak hanya diwujudkan pada kesediaan fasilitas, tetapi juga keamanan internal penyelam. Mereka harus tahu betul apakah kondisinya qualified mengikuti kegiatan ini,” terangnya. Kemarin pagi, seluruh peserta mengikuti gladi bersih.

Ini dilakukan agar peserta bisa menempatkan diri dengan benar. Geladi bersih dilakukan dalam dua tahap. Yakni latihan kering dan latihan bawah air. Pada latihan kering, peserta berlatih pergerakan tanpa alat dari daerah persiapan darat di sepanjang jalan trans Sulawesi menuju pantai. Sesuai kelompoknya, mereka turun melalui tangga yang sudah disiapkan.

Karena banyaknya peserta, mereka dibagi menjadi tiga gelombang. Setiap gelombang terdiri sekitar 13 kelompok. Setiap kelompok terdiri sekitar 50 penyelam. Selesai latihan kering, acara dilanjutkan latihan bawah air dengan peralatan scuba diving. Kelompok yang termasuk dalam gelombang pertama berjalan bersamaan menuruni tangga. Setelah semua berdiri rapi di bibir pantai, seorang panitia dari TNI-AL berteriak. “Are you OK?” serunya lantang.

Pertanyaan ini dijawab serentak, “OK!!” Pertanyaan itu sekaligus memastikan bahwa penyelam siap dengan kondisinya maupun peralatan. Selanjutnya, peserta diperbolehkan untuk berenang menuju buoy (pelampung) yang sesuai dengan nama kelompoknya. Pelampung itu akan menjadi tanda di mana para peserta turun ke bawah laut. Jadi, satu kelompok dengan kelompok lain tidak bertabrakan.

Peserta pun beramai-ramai berenang dengan gaya turtle back (kura-kura telentang). Ini dilakukan agar mudah bergerak. Memakai peralatan scuba diving akan membuat sulit bergerak jika berenang dengan gaya bebas. Sementara peserta berenang, ratusan kapal karet (rubber boat) siap mengawasi. Termasuk, sebagai alat angkut jika tiba-tiba ada peserta yang mengalami masalah kesehatan maupun alat selam.

Tahapan ini terus dilakukan sampai seluruh peserta berada di buoy masing-masing. Ditandai suara terompet, para peserta secara bersamaan mengempeskan buoyancy compensator (semacam rompi yang digunakan untuk menyelam, bisa diisi udara dan dikempeskan). Pada bagian ini, ternyata tidak semua peserta bisa menyelam dengan sempurna. Beberapa naik lagi ke permukaan karena kesulitan turun.

Ada yang alatnya bermasalah, ada yang kekurangan pemberat, ada pula yang sakit. Aisha Syafriati, peserta dari Jawa Tengah, tak bisa mengikuti gladi bersih di bawah laut. “Saya masih sulit melakukan ear equalizing (teknik penyamaan tekanan udara). Makanya, saya naik,” tuturnya. Mereka berada di bawah laut selama kurang lebih 36 menit.

Menurut Widayati Kusumastuti, peserta yang juga atlet selam Jateng, peserta diberi arahan supaya menggunakan hand signal (bahasa isyarat untuk komunikasi dengan sesama penyelam) bagaimana formasi berbaris dan sikap selama mengikuti upacara.

“Kami diminta menjaga buoyancy (keseimbangan) dengan posisi knee foot (seperti berlutut),” katanya. Dia menuturkan kondisi di bawah air cukup tenang, dan kecerahan air juga bagus. Jadi, peserta tidak mengalami kendala penglihatan

BISA KOMUNIKASI

Saat upacara pemecahan rekor dan pengibaran bendera besok (17/8), petugas akan menggunakan alat selam Kirby Morgan. Dengan alat ini, penyelam bisa berkomunikasi dengan penyelam yang lain. Tidak perlu menggunakan bahasa isyarat lagi.

Peserta upacara bisa mendengarkan apa yang diucapkan oleh petugas upacara. “Jadi upacara akan dilakukan seperti layaknya upacara di darat,” kata Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul. Juri dari Guinness Book of Record yang hadir dan menilai acara tersebut adalah Lusia Sinigagliesi dari London, Inggris.

Sedangkan yang bertindak sebagai juri lokal adalah Lenda Neivi Pelealu, kepala desa Malalayang 2, Manado, serta seorang notaris lokal. “Guinness hanya mengirim seorang juri. Biasanya tiga. Tapi, mereka memercayakan dua lainnya ke juri lokal. Itu tidak berpengaruh pada penilaian,” ucap Iskandar. Dia juga mengatakan nama ribuan penyelam yang berpartisipasi akan diukir dalam sebuah monumen.

Monumen tersebut rencananya diberi nama Sail Bunaken, seperti halnya nama even ini. Monumen itu akan dibangun di Teluk Manado, tempat peristiwa besar ini terjadi. “Pemecahan rekor dunia ini kejadian besar yang patut diingat. Ribuan orang datang dari seluruh tanah air ke Manado untuk berpartisipasi,” tutur Iskandar. “Di lokasi ini pula tergambar sebuah persatuan.

Pejabat, prajurit, muda dan tua. Semua bekerja sama menyukseskan acara. Karena itu, akan dibangun monumen yang mengukir nama mereka,” lanjutnya. Ide pembuatan monumen diungkapkan Iskandar kepada Wali Kota Manado Abdi Buchari beberapa waktu lalu. “Wali kota menyetujui,” katanya.

Sumber :
Kaltim Pos, 16 Agustus 2009, dalam :
http://www.indonesia-ottawa.org/information/details.php?type=news_copy&id=5533
18 Agustus 2009

Sumber Gambar:
http://www.primaironline.com/images_content/20090723logo-bunaken2009.jpg

1 komentar: